Minggu, 25 September 2016

FESTIVAL EMPAT GUNUNG “WAI HUMBA” (Wanggameti,Tanadaru, Yawilla, Purunombo) Tanjung Hahar, 26 s/d 29 Oktober 2016

Wai Humba, merupakan sebuah kata yang disepakati sebagai slogan penyatu dari keempat kabupaten di pulau sumba, yakni; sumba timur, sumba tengah, sumba barat dan sumba barat daya. Wai humba terinspirasi dari keberadaan empat pusat kota besar di pulau sumba yang berawalan wai atau wee (air), seperti; Waingapu di Kabupaten Sumba Timur, Wai Mbakul di Kabupaten Sumba Tengah, Waikabubak di Kabupaten Sumba Barat dan Waitabula di Kabupaten Sumba Barat Daya.
Pengakuan adanya persamaan ras sebagai orang HUMBA mendorong terbentuknya sebuah komunitas yang dinamakan “komunitas wai humba”. Melalui komunitas ini, masyarakat dari empat kabupaten dapat melakukan pertukaran informasi seputar potensi dan masalah yang dihadapi di wilayah masing-masing.
Adapun orang Humba memiliki kepercayaan asli marapu, mereka melakukan kegiatan ritual-ritual adat, seperti; kalarat wai (diambil dari bahasa humba kambera). Kalarat Wai merupakan aktivitas religius aliran kepercayaan Marapu dengan melakukan persembahan di sumber mata air, bahkan hingga saat ini masih terus dijalankan oleh masyarakat penganut marapu di pulau sumba. Selain merupakan ibadah ucapan syukur, kegiatan ini juga sekaligus sebagai ibadah permohonan kepada sang pencipta agar senantiasa melimpahkan karunia air buat orang Humba. Sampai saat ini, masyarakat adat di kawasan tempat persembayangan masih mengkramatkan/ melarang aktivitas pengrusakan di tempat mata air.
Air dipercaya bersumber dari keberadaan hutan yang terbentang luas membungkus gunung-gunung di Sumba. Oleh karenanya, keempat kabupaten yang menyatu dalam satu wadah yang bernama wai humba, memiliki misi yang sama, yakni melindungi gunung-gunung di humba sebagai penyuplai air bagi makhluk hidup di dalamnya. Dengan demikian, dicetuslah sebuah kegiatan rutin tahunan yang dinamakan “festival wai humba” yang saat ini akan terselenggara yang ke V di Haharu-Kabupaten Sumba Timur. Festival ini dihadiri oleh empat gunung di Sumba, yakni; Wanggameti di Kabupaten Sumba Timur, Tana Daru di  Sumba Tengah, Puronumbo di Sumba Barat dan Yawilla di Sumba Barat Daya.
Selain berfungsi sebagai penyuplai utama air penghidupan bagi penduduk, keberadaan gunung-gunung tersebut di atas juga sebagai sumber Pangan lokal, Tanaman Obat-Obatan dan kayu, yang dapat mendukung keberlangsungan hidup manusia. Jauh sebelum adanya hukum positif Negara berdaulat NKRI, nenek moyang orang Humba sudah menyadari pentingnya menjaga hutan di gunung-gunung. Adapun perlindungan oleh masyarakat adat dilakukan dengan kearifan lokal setempat, yakni membuat ritual persembayangan di pusat-pusat sumber mata air. Tujuan persembayangan ini untuk mengkramatkan mata air dan tidak dirusak oleh siapapun, apabila ada yang melanggar maka akan berisiko kena bala atau hukuman dari ketua adat.
Ritual adat pengkeramatan air yang dilakukan oleh penganut kepercayaan marapu terbukti ampuh pada masanya, hingga datangnya pemikiran rasionalitas yang membawa agama-agama modern dengan nilai-nilai baru, yang secara massif telah merusak tatanan kehidupan social, ekonomi dan politik yang telah lama melekat pada masyarakat marapu. Selain itu, pemerintahan berdaulat  juga turut andil dalam upaya pengikisan terhadap nilai-nilai sosial dan budaya masyarakat di daerah pegunungan, salah satunya melalui kebijakan investasi dengan memberi ijin eksploitasi pertambangan kepada investor di daerah kawasan tangkapan air.
Berdasarkan pada berbagai persoalan di atas, masyarakat adat di wilayah empat gunung menyadari bahwa mereka tidak bisa berjuang sendiri pada masing-masing wilayah untuk menjaga asetnya dari upaya pengrusakan oleh pihak lain, tetapi perlu untuk merapatkan barisan dengan kesamaan kepentingan, satu suara “tolak eksploitasi pertambangan di tana humba”.  Maka atas dasar itulah, saat ini terus dilakukan kegaitan tahunan festival Wai Humba yang saat ini sudah akan yang ke V kalinya di Haharu.
Adapun tema festival kali ini adalah “Tapanuangu” diambil dari bahasa humba kambera, yang berarti ‘kita terhubung’. Kita dari empat kabupaten, dari empat gunung, terhubung dalam satu wadah “wai humba”.
Kegiatan ini akan tetap dan terus dilakukan pada setiap tahunnya sebagai wujud cinta terhadap tanah leluhur, bukti persatuan masyarakat humba untuk menolak eksploitasi tambang di tanah humba. Serta, lebih daripada itu adalah sebagai upaya mewariskan nilai-nilai persatuan kepada generasi humba berikutnya, bahwa kita hanya terpisah secara administrative wilayah pemerintahan, tetapi tetap dalam satu ras Humba yang berdaulat secara adat dan budaya.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar